By: Yulianna PS
Penulis Cerpen “Hidayah Pelipur Cinta”
Judul artikel ini gambaran dari generasi yang sakit akibat ulah manusia perusak moral yang melumuri zaman dengan kenistaan.
Pada
zaman dahulu, wanita Indonesia identik dengan sifat malu. Mereka malu
memakai busana minim dan malu berinteraksi dengan kaum Adam yang bukan
mahram. Kaum hawa masa lalu bersikap sesuai etika ketimuran, yang
menjaga sikap terhadap laki-laki, bukan karena jaim alias jaga imej,
tetapi karena memang ada rasa malu menyelinap di dalam diri mereka.
Hari
ini, manusia telah mengubah zaman, di mana para wanita dijadikan sebuah
boneka. “Atas nama HAM, izinkan saya pamer aurat,” begitulah gambaran
yang tepat aspirasi para wanita kebanyakan.
Atas
nama kebebasan, wanita Indonesia tidak malu-malu melucuti busana di
tempat umum agar disebut modern seperti wanita barat. Melalui dunia
hiburan, propaganda barat telah sukses memalingkan muslimah Indonesia
berkiblat kepada jurang kehancuran.
Barat
berhasil menipu dunia, utamanya Indonesia. Di negara barat dan
kroni-kroninya, wanita yang berani –maaf– telanjang di dunia akting
merupakan kebanggaan, kategori wanita seperti ini bagi mereka layak
menerima penghargaan bergengsi. Ironinya, Indonesia merupakan negara
yang latah mengikuti budaya mereka. Budaya yang menjauhkan muslimah dari
agamanya.
“Atas
nama HAM, izinkan saya pamer aurat.” Pesan inilah yang membuat
undang-undang pornografi dan pornoaksi mandul di negara kita. Walaupun
jutaan umat mendukung, tidak akan aspirasi ini menjadi kenyataan.
Faktanya dunia hiburan berupa media cetak dan elektronik semakin liar
dan berani mengekspos aksi rendahan wanita.
Pelecehan
terhadap wanita dengan kedok seni, mendorong wanita bangga memamerkan
aurat. Aksi seronok yang pantas dilakukan wanita tuna susila, kini telah
di lakukan oleh wanita penjaja akting. Generasi muda menjadi korban,
ikut-ikutan bertindak seperti wanita penjaja akting, rusaklah negara,
akibat tidak mampu mendidik wanita.
Islam Memuliakan Wanita
Islam
sangat menghargai wanita, menjaga agar martabat wanita terangkat, bukan
rendah layaknya sampah, atau menjadi boneka para manusia rakus. Apa
artinya sebuah pamor, jika di dalamnya memaksa wanita merusak derajat
dan martabatnya di hadapan masyarakat luas. Apa pula artinya ketenaran,
jika di dalamnya menyuruh wanita bertindak melanggar norma-norma agama.
Bahagialah
para wanita muslimah, ketika anak-anak, dalam lindungan keluarga,
ketika beranjak dewasa atau baligh, diperintahkan menutup aurat, sebagai
bentuk ketakwaan pada Allah sang Maha Pencipta. Dalam hijab, bukan
hanya sekedar menutup aurat, tetapi merupakan cirri khas muslimah yang
mudah terdeteksi identitas kemuslimahannya, hal ini sesuai firman Allah
dalam surat Al-Ahzab ayat 59:
“Hai
Nabi, katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun dan Maha Penyayang.”
Ketika
telah beranjak dewasa dan hendak menikah, wanita islam diperbolehkan
memilih tanpa paksaan, mereka diperlakukan istimewa, dipilihkan lelaki
baik yang menjaga kehormatan. Ia juga mempunyai hak meminta mahar (mas
kawin) dan boleh membelanjakannya sesuka hati. Sungguh menyenangkan
menjadi muslimah, ia tidak takut kekurangan cinta dan kasih sayang. Ia
adalah saudara bagi muslim yang lainnya, sehingga jika ada gangguan dari
orang jahil, maka kehormatannya wajib dibela.
Ketika
telah menjadi seorang Ibu, kemuliaan wanita bertambah. Ia menjadi
pembuka ridha surga Allah bagi anak-anaknya. Doa bagi anaknya tidak
meleset. Islam memudahkan wanita yang berstatus Ibu, ia berhak mendapat
nafkah dari suami. Dan baginya tidak ada kewajiban bersusah payah
mencari makan. Baginya merupakan kehormatan, ketika kewajiban di dalam
rumah diserukan, dengan tetap di dalam rumah akan terhindar dari sifat
buruk berupa gossip, ghibah, foya-foya, dan sifat rendah yang
mendatangkan madharat lainnya.
Kemuliaan
lainnya, semakin lanjut usia mereka semakin dihormati, semakin besar
pula hak mereka dan semakin berlomba-lomba anak-anak dan kerabat
dekatnya untuk berbuat yang terbaik kepada mereka, karena mereka telah
selesai melakukan tugasnya, dan yang tersisa adalah kewajiban anak-anak,
cucu, keluarga dan masyarakat terhadap mereka.
Akhirnya,
mewakili suara hati muslimah, penulis ingin mengatakan, ‘atas nama HAM,
izinkan kami para wanita menutup aurat secara rapat’, atas nama HAM,
jangan ganggu para muslimah dengan tuduhan miring yang mengait-ngaitkan
dengan julukan teroris. Atas nama HAM, izinkan muslimah mendapatkan
kebebasan berpakaian syar’i sesuai aturan syariat. [voa-islam.com]
sumber: http://www.globalmuslim.web.id/2012/01/atas-nama-ham-izinkan-aku-pamer-aurat.html